HGU PT. TUM Segera Dicabut, Wamen ATR Raja Juli Antoni Dukung Perjuangan Masyarakat Pulau Mendol
Jakarta - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Raja Juli Antoni hari ini menyambut kedatangan rombongan masyarakat Pulau Mendol Penyalai yang diwakili oleh Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM) yang datang untuk audiensi diruang Rapat 502, Lantai 5 Jalan Sisimangaraja Nomor 02 Jakarta, Selasa (20/09/2022).
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Perwakilan dari Walhi, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Kakanwil Bidang Pertanahan Nasional Provinsi Riau, Kabid Pengendalaian dan Penanganan Sengketa, Kanwil BPN Provinsi Riau, Kepala BPN Kabupaten Pelalawan, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan sengketa, Kepala Sub bagian Tata Usaha Wakil Menteri dengan proses audiensi yang juga didukung oleh layanan zoom.
Dalam pemaparan pertama yang disampaikan oleh Walhi yang diwakili oleh Yuli mengatakan pentingnya ekosistem gambut bagi masyarakat Pulau Mendol.
''Ekosistem gambut punya fungsi penting dalam kehidupan masyarakat di Pulau Mendol Penyalai, dengan adanya PT. Trisetia Usaha Mandiri menyebabkan menimbulkan beberapa pelanggaran diantaranya menelantarkan HGU yang diberikan, HGU berada di fungsi ekosistem gambut lindung, mengancam pulau kecil, merusak perladangan masyarakat, Selain itu juga keberadaan perusahaan ini juga mengambil bagian dari perkebunan masyarakat,'' paparnya.
Yuli juga menyebutkan dengan adanya pembukaan kanal pasca Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) dicabut tapi tidak melakukan penanaman.
''Oleh karena kami meminta agar pemerintah segera mencabut IUP-B, ketika melampaui bebannya, maka hal ini akan menimbulkan bencana besar bagi masyarakat,'' ujarnya.
Pada sesi berikutnya penyampaian dari perwakilan masyarakat Pulau Mendol, Kazzaini saat ini kondisi sekarang sedang krisis air, masyarakat banyak minum dari air hujan, hal ini sangat sangat tidak layak.
''Selain itu juga abrasi sangat tinggi akibat illegal logging, menyebabkan banyak perkebunan dan tanah warga yang terkikis oleh gelombang laut.
Kazzaini juga mengatakan profesi masyarakat selama ini Bertani. Ada sekitar 6.000 hektar data dari statistik, tetapi sebenarnya lebih dan itu semua perkebunan masyarakat dan tidak ada perusahaan-perusahaan besar.
“Selain itu juga tidak ada lagi sektor nelayan karena ikan habis akibat terkikisnya hutan bakau dan maraknya pabrik sawmill, hal ini ditambah dengan datangnya PT TUM dengan jumlah 6.055 hektar, sekitar 20 persen dari pulau akan menjadi lahan kelapa sawit, pulau sangat rapuh, kita tau sawit ini sangat rakus air maka itu akan mengancam perladangan padi masyarakat, sehingga hal ini akan menyebabkan kemiskinan masyarakat,''paparnya.
Lebih lanjut Kazzaini mengatakan perjuangan masyarkat sudah lama dilakukan dalam rangka menolak kehadiran PT. TUM ini, dari 2017 ke 2018, masyarakat dari Penyalai melakukan aksi unjuk rasa ke BPN riau, dari demo ini disepakati IUP-B itu dicabut pada 2020.
''Namun, setiap tahun lahan tersebut terjadi kebakaran, yang tentu saja menyebabkan sebaran asap sampai ke negara tetangga, hal ini juga sangat membuat kedaulatan negara diremehkan oleh negara tetangga, PT. TUM sangat berperan dalam hal ini, tiba-tiba bulan juli kemaren mereka memasukkan alat berat, hal ini tentu saja ditentang warga dan terjadi demo sehingga membuat Kapolres Pelalawan turun ke lokasi dan pemasangan Police Line'', sebutnya.
''Kita sudah audiensi ke BPN Riau sedang mengeluarkan surat peringatan kedua dan diperkirakan sekarang sudah dikeluarkan surat peringatan ketiga, dan diusulkan pencabutannya kepada kementerian, cuma kita belum tau sejauh mana surat dari bpn riau itu sudah disampaikan ke ke kementerian, yang jelas masyarakat sangat kesal, kalau sawit itu jadi ditanam maka pulau ini akan menjadi padang jalak padang tekukur yang membuat masyarakat menjadi menderita'', ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Abdul Murat selaku perwakilan masyarakat, Murad mengatakan ada dua alasan yang menyebabkan masyarakat menolak keberadaan PT TUM.
Ada dua, aspek ekonomis, dan Aspek pelanggaran perundag-undangan yang telah dikeluarkan oleh Menteri ATR Syofyan Jalil tahun 2017. Kuala Kampar adalah gambut lindung dan dibenarkan oleh badan gambut indonesia, kelangsungan perkebunan masyarakat yang sudah sesuai dengan kondisi ekologis seperti kelapa, sagu dan ladang padi.
“PT. TUM sudah tidak menjalankan tanggung jawab dari pengeluaran HGU oleh kementerian, sudah menyalahi, dalam SK Menteri ATR No. 103 tahun 2017 tentang pemberian hak guna usaha atas tanah dikuala kampar. kita berharap akan menjadi dasar bagi pencabutan sertifikat HGU dari PT. TUM, dalam SK tersebut dijelaskan bahwa lahan yang diajukan adalah lahan diluar gambut padahal faktanya lahan di mendol tersebut adalah gambut lindung, “ucapnya.
Selain itu juga diiduga terjadi banyak pembohongan yang dilakukan oleh perusahaan dalam pengurusan izin tersebut, pada saat pemeriksaan mereka mengatakan masyarakat tidak keberatan, padahal masyarakat tidak tahu sama sekali bahwa lahan mereka merupakan bagian dari PT. TUM. Perwakilan dari Dirjen PHPT mengatakan HGU ini dterbitkan tahun 2013 sudah mendapat izin lokasi dengan amdal dan izin perkebunan, serta izin pelepasan kawasan hutan seluas 7 ribuan sudah sesuai dengan tata ruang untuk perkebunan.
''Semua sudah sesuai dengan persyaratan dengan syarat dan ketentuan untuk penerbitan hgu. sebelum diberikan hak tidak ada kebakaran hutan, tata ruang sesuai dan diluar titik dan lahan gambut. tatacara untuk penghapusan hak itu tidak bisa secara serta merta, bisa dihapuskan apabila tanahnya ditelantarkan, tanahnya musnah, dilepaskan, ada keputusan pengadilan'', paparnya.
Menanggapi permasalahan itu, Raja Juli Antoni mengatakan jika ada komplain dan penolakan dari masyarakat sesuai dengan gambaran pada hari ini, maka status lahan ini nantinya sudah ada proses indikasi tanah terlantar, secara teoritis tinggal sedikit lagi prosesnya. menunggu laporan tertulis dari kanwil. mengusulkan pencabutan hgu.
Selanjutnya akan masuk ke inventaris tanah terlantar. ditambahkan juga oleh dirjen, setelah proses peringatan ketiga, apabila memenuhi syarat maka ditetapkan sebagai tanah yang terlantar, perusahaan akan diberi surat. kalau tidak ada gugatn maka tanah tersebut akan menjadi tanah negara.
''Secara prosedural tinggal menunggu Kanwil turun kelapangan untuk melakukan survey, nantinya jika izin ini dicabut maka status lahan tersebut nanti akan dipertimbangkan lagi tentang penggunaanya oleh masyarakat. Disesi terakhir Yuli selaku perwakilan dari Walhi mengatakan perlunya melibatkan tokoh masyarakat dan warga sekitar dalam proses survey tersebut sehingga dengan mudah dapat membantu kinerja dari kanwil pertanahan, selain itu juga tindakan partisipatif dengan melibatkan pihak pemerintah dan seluruh elemen masyarakat'', tutupnya.***rfm/tim
Komentar Via Facebook :